Pernah ada tetangga yang sering pindah-pindah rumah hanya karena tidak ingin dekat dengan masjid. "Suara adzan berisik, sering mengganggu waktu tidur kami," ujarnya. Masya Allah, ada orang, bahkan satu keluarga yang mengaku muslim namun merasa sering terganggu dengan suara adzan dari masjid.
Tetapi mungkin Allah masih tetap ingin memberinya hidayah kepadanya, karena beberapa kali berpindah rumah ia selalu mendapatkan rumah yang tidak jauh dari masjid. Bahkan pernah sekali rumahnya bersebelahan dengan masjid. Pernah juga di rumah yang lain yang mulanya ia cukup senang karena sangat jauh dari masjid, eh tidak lama kemudian masyarakat setempat beramai-ramai membangun masjid. Dan letaknya, justru hanya beberapa langkah saja dari rumah keluarga yang ingin menjauhi masjid.
Beruntung, hidayah Allah benar-benar menembus. Keluarga ini kemudian perlahan-lahan mulai menyadari bahwa ia tidak akan pernah bisa jauh dari masjid selama masih tinggal di Indonesia, negeri yang mayoritas memeluk agama Islam. Satu persatu anggota keluarga ini menjadi bagian dari jamaah masjid di dekat rumahnya.
Ada lagi yang tidak separah keluarga di atas. Mereka rajin sholat, namun lebih suka di rumah. Banyak alasan yang dipakai, mulai dari jarak yang lumayan jauh sampai pada persoalan perbedaan tata cara ibadah semisal subuh pakai qunut atau tidak, sholat jum’at adzan dua kali atau sekali. Ada lagi alasan tidak ke masjid karena menganggap masjid itu miliki golongan tertentu, sedangkan ia berada di barisan yang berbeda. Tapi yang paling banyak dipakai adalah alasan yang dibuat-buat alias malas ke masjid.
Buat orang-orang sibuk yang bekerja sejak pagi hingga malam, masih dimaklumi jika tidak sempat menyambangi masjid di lingkungannya. Toh, di waktu dzuhur dan ashar ia pun sholat di masjid di kantornya. Begitu pula waktu maghrib dan isya, ada yang bertemu masjid di perjalanan pulang dan mereka mampir untuk bertemu Allah, tidak sedikit pula yang memutuskan pulang ke rumah sesudah sholat maghrib. Intinya, tetap ke masjid.
Tetapi, bagaimana pun fungsi masjid tak sebatas tempat beribadah mahdhah saja, masjid juga memiliki fungsi sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan politik. Fungsi sosial misalnya, silaturahim tetap harus dijaga di antara warga yang tinggal di sebuah lingkungan. Karena sepanjang waktu habis dipakai untuk bekerja, maka shubuh merupakan satu-satunya waktu untuk tetap menyambung silaturahim itu. Atau di hari libur, kita bisa lebih sering bertatap muka dengan jamaah lainnya. Jika kita tidak sempat bertamu ke tetangga, masjid bisa memfasilitasi pertemuan dengan banyak warga tanpa harus berkunjung satu persatu ke rumah tetangga.
Sayang sekali, jumlah masjid yang sangat banyak tumbuh di negeri ini tidak diimbangi dengan semangat untuk memanfaatkannya. Saya masih ingat ketika masih tinggal di Tangerang, ada semangat luar biasa dari warga untuk membangun masjid bersama-sama hanya karena mendengar isu lahan kosong itu hendak didirikan bangunan ibadah ummat beragama lain. Tetapi ketika masjid itu sudah berdiri tegak, kita tak ramai-ramai menegakkan ibadah di dalamnya.
Ada orang-orang yang memanfaatkan masjid hanya pada moment tertentu, seperti pernikahan. Saat sepasang lelaki dan perempuan memulai hidup baru, mengikat janji setia. Indah sekali, sebuah ikatan sakral yang dilakukan di dalam masjid disaksikan ratusan pasang mata dari keluarga, kerabat, sahabat serta tamu undangan. Tidak hanya itu, Allah dan para malaikat pun menyaksikan prosesi penyatuan dua insan itu.
Sesudah itu, kita lupa lagi dengan masjid. Lupa bahwa di masjid lah kita memulai hidup baru, dan terlebih lupa pula bahwa di masjid pula lah kita akan mampir sejenak setelah kehidupan berakhir. Ini ingatan untuk diri pribadi agar tak menjauhi masjid, sebab saya tak ingin orang-orang tak berkenan hadir untuk menyolatkan jenazah saya di masjid karena saya dianggap bukan bagian dari jamaah masjid. (gaw)
Tetapi mungkin Allah masih tetap ingin memberinya hidayah kepadanya, karena beberapa kali berpindah rumah ia selalu mendapatkan rumah yang tidak jauh dari masjid. Bahkan pernah sekali rumahnya bersebelahan dengan masjid. Pernah juga di rumah yang lain yang mulanya ia cukup senang karena sangat jauh dari masjid, eh tidak lama kemudian masyarakat setempat beramai-ramai membangun masjid. Dan letaknya, justru hanya beberapa langkah saja dari rumah keluarga yang ingin menjauhi masjid.
Beruntung, hidayah Allah benar-benar menembus. Keluarga ini kemudian perlahan-lahan mulai menyadari bahwa ia tidak akan pernah bisa jauh dari masjid selama masih tinggal di Indonesia, negeri yang mayoritas memeluk agama Islam. Satu persatu anggota keluarga ini menjadi bagian dari jamaah masjid di dekat rumahnya.
Ada lagi yang tidak separah keluarga di atas. Mereka rajin sholat, namun lebih suka di rumah. Banyak alasan yang dipakai, mulai dari jarak yang lumayan jauh sampai pada persoalan perbedaan tata cara ibadah semisal subuh pakai qunut atau tidak, sholat jum’at adzan dua kali atau sekali. Ada lagi alasan tidak ke masjid karena menganggap masjid itu miliki golongan tertentu, sedangkan ia berada di barisan yang berbeda. Tapi yang paling banyak dipakai adalah alasan yang dibuat-buat alias malas ke masjid.
Buat orang-orang sibuk yang bekerja sejak pagi hingga malam, masih dimaklumi jika tidak sempat menyambangi masjid di lingkungannya. Toh, di waktu dzuhur dan ashar ia pun sholat di masjid di kantornya. Begitu pula waktu maghrib dan isya, ada yang bertemu masjid di perjalanan pulang dan mereka mampir untuk bertemu Allah, tidak sedikit pula yang memutuskan pulang ke rumah sesudah sholat maghrib. Intinya, tetap ke masjid.
Tetapi, bagaimana pun fungsi masjid tak sebatas tempat beribadah mahdhah saja, masjid juga memiliki fungsi sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan politik. Fungsi sosial misalnya, silaturahim tetap harus dijaga di antara warga yang tinggal di sebuah lingkungan. Karena sepanjang waktu habis dipakai untuk bekerja, maka shubuh merupakan satu-satunya waktu untuk tetap menyambung silaturahim itu. Atau di hari libur, kita bisa lebih sering bertatap muka dengan jamaah lainnya. Jika kita tidak sempat bertamu ke tetangga, masjid bisa memfasilitasi pertemuan dengan banyak warga tanpa harus berkunjung satu persatu ke rumah tetangga.
Sayang sekali, jumlah masjid yang sangat banyak tumbuh di negeri ini tidak diimbangi dengan semangat untuk memanfaatkannya. Saya masih ingat ketika masih tinggal di Tangerang, ada semangat luar biasa dari warga untuk membangun masjid bersama-sama hanya karena mendengar isu lahan kosong itu hendak didirikan bangunan ibadah ummat beragama lain. Tetapi ketika masjid itu sudah berdiri tegak, kita tak ramai-ramai menegakkan ibadah di dalamnya.
Ada orang-orang yang memanfaatkan masjid hanya pada moment tertentu, seperti pernikahan. Saat sepasang lelaki dan perempuan memulai hidup baru, mengikat janji setia. Indah sekali, sebuah ikatan sakral yang dilakukan di dalam masjid disaksikan ratusan pasang mata dari keluarga, kerabat, sahabat serta tamu undangan. Tidak hanya itu, Allah dan para malaikat pun menyaksikan prosesi penyatuan dua insan itu.
Sesudah itu, kita lupa lagi dengan masjid. Lupa bahwa di masjid lah kita memulai hidup baru, dan terlebih lupa pula bahwa di masjid pula lah kita akan mampir sejenak setelah kehidupan berakhir. Ini ingatan untuk diri pribadi agar tak menjauhi masjid, sebab saya tak ingin orang-orang tak berkenan hadir untuk menyolatkan jenazah saya di masjid karena saya dianggap bukan bagian dari jamaah masjid. (gaw)
Sumber: http://www.warnaislam.com/rubrik/monolog/2008/11/29/36960/Jangan_Jauhi_Masjid.htm
No comments:
Post a Comment