02 August 2012

Belajar Sabar Dari Seorang Hakim





Ini kisah nyata yang  pernah dimuat di surat kabar terkenal di Arab Saudi, dari kisah ini kita bisa belajar sabar dari seorang hakim yang shaleh..
Sebut saja namanya Shabir, seorang mahasiswa Fakultas Hukum yang sudah beristri.. Suatu saat pulang dari kuliahnya dan kembali ke rumah apartemen tempat ia tinggal berdua dengan istri tercinta.

Alangkah terkejutnya Shabir, karena ia mendapati seorang pria tidak pernah ia kenal sedang berhubungan intim dengan istrinya sendiri. Begitu tahu sang suami sudah pulang, si istri dan pria asing itu ketakutan!! Seolah-olah petir datang dari langit menyambar mereka.

Shabir berkata pada lelaki itu, "Pakailah pakaianmu!"

Pria asing itu berkata, "Demi Allah, istrimu yang menggodaku!"

Shabir menyuruh orang itu segera meninggalkan rumahnya, sementara dada bergemuruh dan jantung Shabir bergejolak hebat menahan amarah. Namun Shabir berusaha menguasai dirinya. Ia yakin pasti Allah hendak memberi hikmah besar di balik kejadian ini.

Pria itu tersenyum sinis memandang Shabir. Pria itu menganggap Shabir adalah lelaki bodoh, terbukti dia tidak marah, membentak pun tidak.
Shabir hanya berkata, "Hasbunallah wa ni'mal wakiil, Ni'maal maula wa ni'man nashiir (Cukup Allah jadi penolongku dan Dia sebaik-baik penolong)!"
Di luar rumah Shabir pun tetap sabar, dan pria asing itu menertawakan Shabir. Sekali lagi Shabir berujar, "Semoga Allah menutupi aib mu ini.." dan pria asing itu pun pergi.

Jika seorang pria berada dalam posisi ini, mungkin dia lebih baik memilih mati daripada menanggung malu. Tapi Shabir adalah orang yang shaleh.
Shabir mendatangi kamarnya lalu mengatakan pada istrinya, "Tolong, segera kumpulkan semua pakaianmu dan aku menunggu di luar untuk mengantarkanmu ke rumah keluargamu. Saat ini juga karena nama Allah, aku beri talak 3 atasmu!!"

Shabir berdoa, "Semoga Allah memberi lelaki yang lebih baik dariku."

Bekas istrinya itu terduduk malu dan menyesali dirinya. Ia baru sadar, kalau sudah melakukan perbuatan setan. "Semoga Allah menutupi aibmu", doa Shabir pada wanita yang pernah dikasihinya itu.
Selesai berkemas, Shabir mengantarkan perempuan itu ke sebuah kota dengan jarak perjalanan 300 kilometer hingga sampai ke rumah keluarga bekas istrinya itu. Perempuan itu berkata pada Shabir, "Sungguh aku tidak berhak memiliki dirimu." Shabir tetap tegar dan dengan sabar ia tinggalkan semua kenangan bersama istrinya dulu. Wajahnya memerah, matanya sesekali menitikkan air.

BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN

Kini Shabir sudah lulus dari Universitas King Abdul Azis di Jeddah. Tapi senyum sinis lelaki itu yang pernah bermaksiat bersama istrinya beberapa tahun silam selalu terbayang di pelupuk matanya. Tak lama setelah lulus, Shabir menikah untuk kedua kalinya. Dan berkat rahmat Allah, Shabir diangkat menjadi hakim di sebuah pengadilan. Istri baru Shabir ternyata seorang wanita sholehah yang cantik paras dan hatinya. Shabir sangat bersyukur pada Allah karena sudah digantikan luka hatinya dengan istrinya yang baru. Shabir pun melanjutkan ke program Master dan hingga berlanjut kesuksesan atas lulusnya Shabir di Program Doktoral dalam waktu yang singkat. Shabir pun diangkat menjadi seorang Ketua Hakim di Pengadilan Tinggi di kota Jeddah.

"Setiap shalat, aku berdoa pada Allah agar bisa menghapus kenangan kelam itu dari benakku. Namun senyum sinis pria bejat itu selalu datang dan aku ucapkan, "A'udzubillahi minasy syaithonirrajiim".
Sampai akhirnya tanpa diduga sebelumnya, akhirnya Shabir bertemu lagi dengan lelaki itu. Tapi pria bejat itu kini menghadapi sebuah kasus pembunuhan. Pria itu telah membunuh seseorang dengan besi, hingga mati mengenaskan. Dan Shabir harus memutuskan perkara pria ini. Pria itu kini mendatangi ruang kerja Shabir dan memohon agar bisa diberi keringanan hukuman dan tidak dijatuhi hukuman Qishash.

Shabir hanya tertegun melihat pria itu. "Apa yang sudah membawamu ke sini dan apa masalahmu?", Shabir bertanya.
"Aku menemukan seorang pria di ranjang dan sedang tidur bersama istriku. Aku marah dan langsung kubunuh pria itu!", jawabnya. "Mengapa tidak kamu bunuh sekalian istrimu agar kamu bergelar sang pemberani?", tanya Shabir lagi.
"Aku tidak sadar saat melakukannya," jawabnya lagi.
"Kalau begitu, mengapa kau tidak biarkan pria itu pergi dan katakan padanya, "Semoga Allah menutupi aibmu ini". Pria itu pun bertanya balik, "Apa tuan rela bila ini terjadi pada diri tuan? "
"Ya, aku ikhlas dan tidak akan mengatakan apapun selain, "Hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal maula wa ni'man nashiir!"
Pria itu tercengang, "Sepertinya seseorang pernah mengatakan itu padaku.."
"Ya benar, kamu pernah mendengarnya dari mulutku ketika kamu melakukan perselingkuhan dengan istriku dalam rumahku. Kau manfaatkan kepergianku untuk berzina dengannya. Apa kau ingat senyum sinismu saat beranjak dari rumahku? Apa kau ingat saat itu aku katakan, "semoga Allah menutupi aibmu ini?" Sungguh jantungku saat itu bak disayat-sayat dengan sembilu. Perih dan menyakitkan. Benar Allah tidak menghukummu saat itu juga. tapi kini hukuman qishash menantimu. Aku bersumpah, demi Allah yang Maha Besar, aku yakin pasti kamu tidak bisa lupakan peristiwa itu!"

Shabir terdiam beberapa saat. Pria itu menangis dan memohon ampun pada Shabir atas perbuatannya dulu. Pria itu memohon agar Shabir mau membujuk keluarga korban agar memaafkan pria itu dan terhindar dari Qishash. Shabir pun esoknya bergerak cepat dengan mendatangi para ulama di Jeddah dan membujuk keluarga korban agar pria ini dimaafkan sebagai pembunuh. Tapi ternyata takdir Allah dan hukuman qishash tetap berlaku. Pria itu harus tetap menjalani hukumannya.

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini adalah bahwa kita harus tetap menjalani semua ketetapan Allah dengan sabar. Sepahit apapun dan walau menyakitkan sekalipun, bersabarlah dengan berdzikir.

No comments: